Mengungkap Misteri Keangkeran Taman Hutan Raya Juanda
Aku pernah mendengar sebuah cerita yang membawaku kini ke sebuah pertanyaan besar tentang keberadaan makhluk halus di dunia ini. Apakah benar mereka bisa terlihat?
Aku selalu berpikir memakai logika, orang mati ya. Mati sudah tidak ada lagi di dunia ini. Terinspirasi sebuah acara TV lokal, aku dan ke empat temanku iseng membuat tim, yang ingin mengungkap mitos-mitos di kota bandung. Kami baru berjalan sebulan, sampai akhirnya kami memutuskan membubarkan diri.
Kami sudah mengungjungi tempat-tempat di bandung yang dikatakan cukup angker, tetapi tidak kami temukan kebenarannya. Apa semua hanya mitos, atau memang kami yang tidak berhasil menemukan mereka. Namun bukan itu alasan kami membubarkan diri.
Ekspedisi terakhir kamilah yang menghentikan kami di sebuah tempat yang merupakan situs sejarah. Lokasi itu terletak daerah dago atas, Taman Hutan Raya Djuanda, atau bisa disebut Goa Belanda.
Malam jumat selalu menjadi pilihan kami untuk memulai ekspedisi. Kami berlima berangkat menggunakan mobil. Di mobil aku memasang lagu keras-keras dan merasa sangat bersemangat malam itu.
Sekitar pukul 10 malam, kami pun sampai. Aku menginjakkan sepatuku di hamparan tanah yang becek. Malam itu terasa sangat dingin, Taman Hutan ini berada di dataran tinggi, ditambah efek setelah hujan besar tadi sore. Kami pun langsung menghubungi petugas yang berjaga disana.
Kami sempat berdebat karena kami tidak boleh masuk. Akhirnya, dengan alasan tugas kampus yang mepet, kami pun diperbolehkan masuk dengan syarat harus kembali sebelum pukul 12 malam. Kami turun bersama seorang guide namanya Deni. Deni bilang jalanan agak berbahaya karena habis hujan, jalanan menjadi licin.
Setelah cukup lama berjalan, kami sampai di Goa Jepang. Deni yang menuntun kami masuk. Deni mulai bercerita tentang sejarah Goa ini, suasana di dalam entah kenapa sangat panas, sangat berbeda dengan hawa di luar.
Bulu kudukku merinding, aku mulai merasa sedang ada puluhan mata yang memperhatikanku. Deni mengajak kami masuk lebih dalam. Sekilas, aku melihat ke arah pintu masuk tadi, dan sebuah bayangan berbentuk manusia mengintip dari luar Goa ini, dan saat aku lihat sosok itu langsung bersembunyi.
"Stop" teriakku. Teman-temanku yang lain segera berlari ke arahku, aku pun meminta Deni agar keluar saja. Setelah keluar, aku pun mulai mencari sosok hitam itu, Deni pun menasihatiku agar tidak mencarinya. Bagiku itu sebuah kata lain bahwa yang kulihat tadi adalah makhluk halus.
Di luar mataku, seperti terbawa melihat satu sisi, benar saja, aku melihat ada beberapa serdadu jepang, terlihat berbaris seperti sedang upacara. Aku langsung memalingkan wajahku.
Deni langsung menepuk bahuku seraya berkata "jangan melamun" Aku pun mengangguk, dan kami melanjutkan perjalan kami ke tempat selanjutnya yang merupakan tujuan kami, yaitu Goa Belanda.
Sampailah kami, dipersimpangan jalan dekat pohon besar. Deni menunjukkan jalan ke Goa Belanda yang jaraknya tidak begitu jauh, hanya sekitar 500 meter lagi. Kami pun berjalan dengan bersemangat. Belum sampai kami di Goa Belanda, aku bertanya kepada Deni, "kang Deni, apa benar disini mitosnya tidak boleh bilang kata lada (pedas dalam bahasa sunda).
Langkah Deni langsung berhenti, "jangan sebut kata itu." deni berteriak pada kami seketika, suasana pun berubah mencekam. Mulai terdengar suara aneh, seperti ada orang yang datang dari semak belukar.
Lalu, Deni mengajak kami untuk keluar, Deni tiba-tiba berlari! Kami pun tanpa pikir panjang langsung berlari sekuat kami bisa. Aku berusaha untuk focus melihat jalan yang saat itu memang gelap dan licin.
Namun, entah mengapa, mataku seperti ter arah untuk melihat ke sekitar, dan ada sebuah kain putih melayang di atas pohon yang tinggi itu dan terdengar suara perempuan tertawa.
Suara langkah kaki kami pun seperti terdengar banyak kali ini, saat aku melihat ke belakang, sekumpulan orang yang terlihat seperti tentara berlari berbaris di belakangku. Sekuat tenaga, aku terus berlari dan napasku mulai habis, tetapi aku harus sampai ke pintu keluar yang sudah terlihat tak jauh itu.
Tiba-tiba aku tergelincir, aku terjatuh, aku melihat teman-temanku berlari semakin jauh, aku ingin berteriak namun suaraku tidak bisa keluar, badanku tidak bisa bergerak.
Dari arah semak, muncul satu sosok serdadu tanpa kepala, berdiri diam mengarah padaku, tubuhku serasa tersengat, kepalaku sangat pusing, aku sudah tidak bisa merasakan apa-apa lagi di tubuhku kini, aku merasa bandanku kesemutan dan ketika rasa kesemutan itu sampai ke kepalaku, itulah hal terakhir yang bisa aku ingat.
Entah bagaimana aku pun sadar, dan aku sudah berada di salah satu pos. kataya, aku ditemukan dalam keadaan kesurupan. Aku dirasuki penjaga hutan itu. Teman-temanku menjadi saksi bahwa aku saat itu sangatlah menakutkan.
Suaraku berubah menjadi berat dan aku berbahasa sunda. Katanya, penunggu itu menyampaikan agar tidak menantang atau tidak melanggar pantangan disana, dan saat aku mengucapkan kata itu mereka pun bermunculan, dan aku dijadikan target utamanya.
Disana, aku dititipin kuncen Hutan Taman Raya untuk membaca ayat ayat suci sebanyak 33 kali, setelah sholat subuh. Syukurlah, setelah itu aku pun merasa lebih baik.
Aku pun belajar banyak dari pengalaman itu, bahwa memang ada beberapa hal yang memang rahasia dan lebih baik dibiarkan menjadi rahasia, dan sebuah pantangan adalah suatu hal yang sacral, jangan pernah coba untuk melanggarnya.
Posting Komentar untuk "Mengungkap Misteri Keangkeran Taman Hutan Raya Juanda"
Bagaimana menurut Anda? Haturkan pendapat Anda di kolom komentar bawah ini ya, namun tetaplah menjaga kesopanannya, terima kasih atas pengertiannya.